Letnan Jenderal
Anumerta
Siswondo Parman
TTL : Wonosobo,
4 Agustus 1918
Agama : Islam
Pangkat : Letnan Jenderal
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Riwayat :
Riwayat :
Letjen. Anumerta Siswondo Parman merupakan perwira intelijen, sehingga
tahu kegiatan rahasia PKI yaitu membentuk Angkatan Kelima. Penolakan yang
membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI. Pendidikan terakhirnya adalah
Sekolah Tinggi Kedokteran..
Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia bekerja pada Jawatan
Kenpeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama
kemudian dibebaskan kembali. Sesudah itu, ia dikirim ke Jepang untuk mengikuti
pendidikan pada Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja
pada Jawatan Kempeitai.
Awal kariernya di militer mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada
akhir bulan Desember 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi
Tentara (PT) di Yogyakarta.
Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang
gerilya. Pada Desember 1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer
Jakarta Raya. Keberhasilannya adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan
Westerling. Selanjutnya, Maret 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. dan
setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada
Military Police School.
Pulang dari Amerika ditugaskan di
Kementerian Pertahanan. Kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London, tahun
1959. Tahun 1964, ia diberi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan
Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal. Ketika menjabat Asisten I
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), pengaruh PKI juga sedang marak di
Indonesia.
PKI dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat sudah terpengaruh.
Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia
PKI maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai (Angkatan
Kelima), Ia bersama Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung
maksud tersembunyi itu.
Pangkat S. Parman sebelumnya Mayor Jenderal dinaikkan menjadi Letnan
Jenderal.
Kapten Peiere
Andreas Tandean
TTL : Jakarta, 21 Februari 1939
Agama : Kristen Protestan
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Riwayat :
Kapten Czi (Anm.) Pierre Andreas Tendean adalah salah seorang korban peristiwa Gerakan
30 September dan merupakan pahlawan revolusi Indonesia. Ia meninggal umur 26 tahun.
Beliau
adalah ajudan dari Jenderal
Besar DR. Abdul Harris Nasution (Menko Hankam/Kepala Staf ABRI) pada era Soekarno. Abdul
Harris Nasution lolos dari peristiwa penculikan tetapi anaknya, Ade Irma Suryani Nasution tewas
tertembus peluru. Pierre Tendean sendiri ditangkap oleh segerombolan penculik
dan dibunuh di Lubang
Buaya. Ia diculik karena dikira adalah Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution.
Pierre adalah pria blasteran Minahasa - Perancis yang
fasih berbahasa Jawa. Lulusan
ATEKAD tahun 1961 ini
bergabung dengan corps Genie (sekarang corps Zeni) dan posisinya dua tahun
junior di bawah mantan Wapres Try Sutrisno.
Setelah lulus dari pendidikan militer, ia
langsung mengajukan diri untuk bergabung dengan garis depan dalam peristiwa Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Wajah
indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik Indonesia - Singapura sebagai
intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih Pierre berhasil melakukan
infiltrasi sebanyak 6 kali, yang terakhir nyaris membuatnya terbunuh
Saat ini sedang direncanakan tentang pembuatan film mengenai Pierre
Tendean dengan judul Pierre.
Letnan Jenderal
Anumerta
R. Suprapto
TTL : Purwokerto, 20 Juni 1965
Agama : Islam
Pangkat : Letnan Jenderal
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Riwayat :
Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto usianya hanya terpaut empat
tahun lebih muda dari sang Panglima Besar. Pendidikan formalnya setelah tamat
MULO (SLTP) adalah AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang
diselesaikannya tahun 1941. Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda
mengumumkan milisi sehubungan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah
ia memasuki pendidikan militer Koninklijke Militaire Akademie di Bandung.
Ia dipenjarakan oleh Jepang, kemudian ia berhasil melarikan diri. Selepas
pelariannya, ia mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan,
seinendan, dan syuisyintai dan bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal
kemerdekaan, ia turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan
Jepang di Cilacap. Kemudian, ia masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat
di Purwokerto.
Di Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ia mencatatkan sejarah dengan ikut seta
dalam pertempuran di Ambarawa melawan tentara Inggris. Ketika itu, pasukannya
dipimpin oleh Panglima Besar Sudirman. Ia pernah menjadi ajudan dari Panglima
Besar. Pertama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial
(T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Kemudian ke Jakarta menjadi Staf Angkatan
Darat, lalu ke Kementerian Pertahanan. Setelah pemberontakan PRRI/Permesta
padam, ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera yang bermarkas di Medan.
Pangkat R. Suprapto sebelumnya Mayor Jenderal dinaikkan menjadi Letnan
Jenderal. Daerah Lubang Buaya, di depan sumur tua dibangun Tugu Kesaktian
Pancasila.
Jenderal TNI
Anumerta
Achmad Yani
TTL : Purworejo, 19 Juni
1922
Agama : Islam
Pangkat : Jenderal
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Riwayat :
Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani mengawali di HIS (SD) Bogor, lulus
tahun 1935. Kemudian, melanjutkan sekolah ke MULO (SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat
pada tahun 1938. Lalu masuk ke AMS (SMU) bagian B Afd. Jakarta.
Achmad Yani mengikuti pendidikan militer di Dinas Topografi Militer,
Malang dan lebih intensif nya di Bogor. Achmad Yani mengawali karir militer dengan
pangkat Sersan. Kemudian, pendudukan Jepang di Indonesia (tahun 1942),
mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan masuk tentara Pembela Tanah Air
(PETA) di Bogor.
Achmad Yani berhasil menyita senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto. Ketika
Agresi Militer I Belanda terjadi, pasukan Achmad Yani beroperasi dan berhasil
menahan serangan Belanda di Pingit. Saat Agresi Militer II Belanda terjadi, ia
dipercayakan memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang berada di pertahanan
Kedu. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia diberi tugas melawan
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang membuat kekacauan di Jawa Tengah. Achmad
Yani membentuk pasukan Banteng Raiders untuk mengalahkan DI/TII .
Tahun 1955, Achmad Yani kembali sekolah di Command and General Staff College
di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama 9 bulan. Tahun 1956, ia mengikuti
pendidikan.
Tahun 1958, pemberontakan PRRI di Sumatera Barat, Achmad Yani yang berpangkat Kolonel diangkat menjadi Komandan
Komando Operasi 17 Agustus untuk memimpin penumpasan pemberontakan PRRI. Sampai
tahun 1962, ia diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Achmad Yani selalu berbeda paham dengan PKI. Ia menolak keinginan PKI
untuk membentuk Angkatan Kelima. Pangkat Achmad Yani sebelumnya Letnan Jenderal
dinaikkan menjadi Jenderal.
Letnan Jenderal
Anumerta
M.T.Haryono
TTL : Surabaya, 20 Januari 1924
Agam a : Islam
Pangkat : Letnan Jenderal
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Riwayat :
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono adalah pahlawan revolusi
Indonesia yang terbunuh saat peristiwa Gerakan 30 September. Ia meninggal umur
41 tahun.
Letjen Anumerta M.T. Haryono memperoleh pendidikan di ELS (SD) kemudian ke
HBS (SMU). Tamat dari HBS, ia masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran) di
Jakarta.
Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia berada di Jakarta segera
bergabung dengan pemuda lain untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Perjuangan itu dilanjutkannya dengan masuk ke Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Awal pengangkatan memperoleh pangkat Mayor.
Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 - 1950,
ia sering dipindah tugaskan. Pertama, ia ditempatkan di Kantor Penghubung,
kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan
Belanda. Suatu kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan
Pertahanan Negara dan lain waktu sebagai Wakil Tetap pada Kementerian
Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika diselenggarakan Konferensi Meja
Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
Mayor Jenderal
Anumerta
Donald Isac
Panjaitan
TTL : Tapanuli, 9 Juni 1925
Agama : Kristen Protestan
Pangkat : Mayor Jenderal
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Riwayat :
Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan adalah pahlawan
revolusi terkenal di Indonesia. Ia meninggal dalam usia yang muda yaitu 40
tahun. Panjaitan adalah pahlawan yang pernah
mengenyam bangku SD hingga kuliah di Associated Command and General Staff
College, Amerika Serikat. Selama di Indonesia, ia menjadi anggota Gyugun di
Pekanbaru, Riau dan membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian
berubah menjadi TNI. Ia menduduki jabatan sebagai komandan batalyon di TKR yang
kemudian menjadi Kumandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi (Tahun
1948). Kemudian, ia menjadi Kepala Staff Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara
Sumatra.
Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI) berhasil diraihnya ketika Agresi Militer II Belanda. Setelah Agresi
Militer II Belanda berakhir, ia diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara
dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan selanjutnya di pindahkan ke Palembang
menjadi Kepala Staf T&T II/Sriwijaya.
Setelah pulang menuntut ilmu di Amerika Serikat, Panjaitan membongkar
rahasia PKI akan pengiriman senjata dari Republik Rakyat China yang dimasukkan
ke dalam peti-peti bahan bangunan . Senjata tersebut diperkirakan akan
digunakan PKI untuk melancarkan aksi pemberontakan.
Mayor Jenderal
TNI Anumerta
Sutoyo Siswomiharjo
TTL : Kebumen, 23 Agustus 1922
Agama : Islam
Agama : Islam
Pangkat : Mayor Jenderal
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Makam : Taman Makan Pahlawan Kalibata
Riwayat :
Sutoyo
Siswomiharjo menamatkan sekolah HIS di
Semarang. Lalu melanjutkan pendidikan ke AMS di Semarang (tahun 1942). Setelah
itu, ia mengikuti pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di
Jakarta.
Sebelum
menjadi tentara, Sutoyo bertugas sebagai Pegawai Menengah/III di Kabupaten
Purworejo.
Sutoyo menjabat Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara)
Purworejo dengan pangkat Kapten (1946). Bulan Juni
1946, ia menjadi ajudan kolonel Gatot Soebroto. Kemudian menjadi Kepala Staf
CPMD Yogyakarta (1948-1949). Tahun 1950, Mayor Sutoyo menjabat sebagai Komandan
Batalyon I CPM dan tahun 1951 Danyon V CPM. Tahun 1954 beliau menjabat Kepala
Staf Markas Besar Polisi Militer.
Tahun 1955 sebagai Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat Letkol
hingga tahun 1956. Lalu pada tahun yang sama, beliau diangkat menjadi Asisten
ATMIL di London.
Setelah kembali di Indonesia dan selesai mengikuti pendidikan Kursus
"C" Seskoad tahun 1960. Tahun 1961, pangkatnya menjadi Kolonel dan
menjabat sebagai IRKEHAD. Tahun 1964, pangkatnya menjadi Brigjen.
Sutoyo menolak pembentukan angkatan kelima.
Tanggal 1 Oktober jam 04.00 dini hari, Brigjen TNI Sutoyo diculik dan
dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI.. Dengan todongan bayonet, mereka menanyakan
kepada pembantu rumah untuk menyerahkan kunci pintu yang menuju kamar tengah.
Setelah pintu dibuka oleh Brigjen TNI Sutoyo, maka pratu Suyadi dan Praka
Sumardi masuk ke dalam rumah, mereka mengatakan bahwa Brigjen TNI Sutoyo
dipanggil oleh Presiden. Kedua orang itu membawa Brigjen TNI Sutoyo ke luar
rumah sampai pintu pekarangan diserahkan pada Serda Sudibyo.
Dengan diapit oleh Serda Sudibyo dan Pratu Sumardi, Brigjen TNI Sutoyo
berjalan keluar pekarangan meninggalkan tempat untuk selanjutnya dibawa menuju
Lubang Buaya, dan disana beliau gugur karena dianiaya di luar batas-batas
kemanusiaan oleh gerombolan G 30 S/PKI.


















Tidak ada komentar:
Posting Komentar